Minggu, 30 Oktober 2011

makalah kewarganegaraan



MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“MANFAAT KERJA SAMA DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL”


DISUSUN OLEH KELOMPOK V :
1.    ARIS WAHYUDIANTO
2.    DENI  DWI KURNIAWAN
3.    HADI PRAYETNO
4.    HENDRIK PEBRIANTO
5.    RESA WIJAYANTO

KELAS : XI THOSIBA




SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
“SMK NEGERI 1 BADEGAN”
Jl.Suyudono No.1 Badegan Ponorogo
 Telp (0352)751 034




KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis ucapkan  kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul  “ MANFAAT KERJA SAMA DAN PERJANJIAN INTERNASIONAL’’.
Walaupun masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,namun penulis berharap agar  makalah ini dapat dipergunakan dan di manfaatkan baik di dalam sekolah atau diluar sekolah.
Dalam melaksanakan makalah ini banyak pihak yang terlibat dan membantu sehingga dapat menjadi satu makalah yang dapat  di baca dan dimanfaatkan .
Akhirnya kritik dan saran  yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga laporan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya . Sekian dari saya mengucapkan banyak terimakasih .







Ponorogo,  31  Januari 2011


Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Dalam rangka menyikapi era globalisasi, Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan berbagai langkah konkrit guna melaksanakan reformasi disegala bidang, salah satu tandanya dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang kemudian disempurnakan dengan UU No.32 dan 33 tahun 2004. Khususnya mengenai reformasi bidang pendidikan, pemerintah telah berusaha untuk menjabarkan desentralisasi pendidikan di daerah-daerah seperti yang tercantum dalam pasal 7 Undang-Undang No. 22 tahun 1999. Dari mulai tingkatan pendidikan dasar dan menengah  yang diatur sepenuhnya oleh pemerintah daerah sampai pendidikan tinggi yang  diberi kewenangan mengelola institusinya dalam bentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Dalam PP No.153 tahun 2000 dijelaskan pengelolaan Perguruan Tinggi BHMN tersebut meliputi sumber daya, kerjasama dan keuangan sepenuhnya diserahkan ke perguruan tinggi bersangkutan.
Undang-undang otonomi daerah tersebut memberi  wewenang kepada perguruan tinggi sebagai institusi pendidikan untuk melakukan otonomi dalam pengembangan institusinya. Dalam perkembangan selanjutnya pemerintah  menindaklanjuti reformasi pendidikan tersebut dengan mengeluarkan UU Sisdiknas (UU No.20 Tahun 2003). Semangat otonomi dari peraturan tersebut menegaskan bahwa perguruan tinggi diberi keleluasaan untuk mengembangkan segala potensinya dengan mengadakan kerjasama akademik dan non akademik dengan lembaga atau badan di dalam maupun di luar negeri tanpa terkait secara langsung ataupun tidak langsung dengan pemerintah pusat. Kerjasama yang dikembangkan tentunya tidak hanya bertaraf lokal saja melainkan sampai melakukan kerjasama luar negeri (internasional).


1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana kualitas dan kuantitas pelaksanaan kerjasama internasional?
2.      Hambatan apakah yang dihadapi dalam upaya menjalin pelaksanaan kerjasama luar negeri?
3.      Upaya apa yang akan di lakukan untuk mengatasi hambatan tersebut?


1.3. Tujuan Penelitian
Ada hal-hal yang ingin diketahui dalam penelitian yang menjadi tujuan dari penelitian, antara lain :
  1. Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas pelaksanaan kerjasama luar negeri dalam upaya menjalin kerjasama luar negeri.
  2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam  upaya menjalin pelaksanaan kerjasama luar negeri.
  3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan suatu negara dalam mengatasi hambatan tersebut.
1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dicapai melalui kegiatan penelitian ini sebagai berikut:
  1. Manfaat secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya pada bidang Hukum Internasional, Hukum perjanjian internasional dan Hukum Administrasi Negara. Selain itu juga dapat dijadikan rujukan bagi penelitian sejenis yang akan dilakukan selanjutnya.
  2. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas kerjasama luar negeri yang sedang dan akan dilakukan



1.5  Batasan Pengertian
Batasan pengertian dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang maksud dari judul untuk menghindari kesalahpahaman terhadap masalah yang akan diteliti, untuk itu perlu diberikan batasan pengertian sebagai berikut:
1.      Tinjauan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud tinjauan adalah mempelajari dengan cermat; memeriksa untuk memahami sesuatu hal.
2.      Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (1995:897) adalah kegiatan melakukan sesuatu hal atau  usaha melakukan sesuatu.
3.      Kerjasama Luar Negeri
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kerjasama artinya kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa pihak untuk mencapai tujuan bersama. Jadi dalam hal ini yang dimaksud pelaksanaan kerjasama luar negeri adalah kegiatan atau usaha yang dilaksanakan oleh suatu negara dengan pihak negara lain untuk mencapai tujuan bersama.






















BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian, Manfaat Kerjasama dan Perjanjian Internasional
  1. Pengertian Perjanjian Internasional
Secara umum dan luas perjanjian internasional dalam bahasa Indonesia disebut juga persetujuan, traktat ataupun konvensi. Banyak para sarjana hukum internasional memberikan definisi perjanjian internasional, diantaranya adalah T. May Rudy (2002:123) mengemukakan :
“Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu”.

Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, pengertian perjanjian internasional lebih sederhana lagi :
“Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu”.

Menurut Rebecca M. Wallace (1986:20), secara tersirat mendefinisikan:
“Perjanjian internasional adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh subjek hukum internasional yang mengkin terjadi diantara dua negera (bipartite) atau antara banyak negara (multi partite) yang membentuk hukum-hukum (traite lois).
Menurut Konvensi Wina 1969 dan Konvensi Wina 1986 pasal 2 ayat 1  huruf a definisi perjanjian internasional adalah :
“Treaty means an international agreement concluded between states in written  form and governed by international law, wheter embodied in a single instrument or in two or more related instrument ang whatever its particular designation”
(Perjanjian internasional berarti suatu persetujuan internasional yang ditanda-tangani antar Negara dalam bentuk tertulis dan diatur oleh hukum internasional, apakah dibuat dalam wujud satu instrumen tunggal atau dalam dua instrumen yang saling berhubungan atau lebih dan apapun yang menjadi penandaan khususnya).

Menurut I Wayan Parthiana (1992:12) dari keempat pengertian perjanjian internasional yang dikemukakan di atas masih sangat umum dan luas, ditunjukkan pada:
Pertama, dalam definisi semua subjek hukum internasional dipandang dapat mengadakan perjanjian internasional, padahal dalam kenyataan tidaklah setiap subjek hukum internasional dapat berkedudukan   sebagai pihak dalam perjanjian internasional atau tidak semua subjek hukum internasional itu dapat mengadakan perjanjian internasional. Hingga kini, hanya negara, tahta suci, dan organisasi internasional (tidak semuanya), kaum belligerensi bangsa yang memperjuangkan hak-haknya yang dapat berkedudukan sebagai pihak dalam perjanjian internasional.
Kedua, definisi tersebut di samping mencakup perjanjian internasional tertulis juga mencakup perjanjian internasional yang berbentuk tidak tertulis, yang masing-masing memiliki karakter yang sangat berbeda, meskipun sama-sama merupakan perjanjian internasional.
2.      Fungsi Perjanjian Internasional
Menurut Mohd. Burhan Tsani (1990:66-67) dalam kehidupan masyarakat internasional dewasa ini perjanjian internasional mempunyai beberapa fungsi yang tidak bisa diabaikan, diantaranya :
1.      untuk mendapatkan pengakuan umum anggota masyarakat bangsa-bangsa.
2.      sarana utama yang praktis bagi transaksi dan komunikasi antar anggota masyarkat negara.
3.      berfungsi sebagai sumber hukum internasional
4.      sarana pengembang kerjasama internasional secara damai
3.      Unsur-unsur Perjanjian Internasional
Salah-satu hal yang menjadi titik fokus perhatian penelitian ini adalah dari segi bentuk perjanjian internasional tertulis atau tidak tertulis yang telah jelas dikemukakan di atas memiliki kekuatan hukum yang berbeda walaupun sama-sama merupakan perjanjian internasional, namun adakah para sarjana hukum internasional memberikan batasan pada perjanjian internasional tertulis dan tidak tertulis dalam menentukan bentuk perjanjian internasional pada umumnya. Menurut I Wayan Parthiana (1992:13) yang dimaksud perjanjian internasional yaitu:
“Kata sepakat antara dua atau lebih subjek hukum internasional (negara, tahta suci, kelompok pembebasan, organisasi internasional) mengenai suatu obyek tertentu yang dirumuskan secara tertulis dan tunduk pada atau yang diatur oleh hukum internasional”.

Dengan demikian maka dapat dijabarkan beberapa unsur atau kualifikasi yang harus terpenuhi suatu perjanjian, untuk dapat disebut sebagai perjanjian internasional, yaitu:
a.       Kata sepakat
b.      Subjek-subjek hukum
c.       Berbentuk tertulis
d.      Obyek tertentu
e.       Tunduk pada atau diatur oleh hukum internasional.
      (Walter S. Jones, 1993:113)

4.      Subjek-subjek hukum internasional yang memiliki kemampuan untuk mengadakan perjanjian internasional.
Menurut T. May Rudy (2002:131) pada umumnya hanya negara-negara yang memenuhi syarat ketatanegaraan menurut hukum internasional dan organisasi internasional yang dapat menjadi peserta  dan dapat mengadakan perjanjian internasional. Tetapi kemudian  pernyataan tersebut di atas dilengkapi oleh I Wayan Parthiana (2002:18), yang menyatakan bahwa semua subjek hukum internasional adalah pemegang hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional, termasuk memiliki hak untuk mengadakan ataupun menjadi pihak atau peserta pada suatu perjanjian internasional. Namun bukan berarti semua subjek hukum internasional memiliki kemampuan untuk mengadakan ataupun sebagai pihak atau peserta pada perjanjian internasional. Dengan kata lain, tidak semua subjek hukum internasional memiliki kapasitas yang sama. Ada yang memiliki kapasitas atau kemampuan penuh (full capacity), ada yang memiliki kemapuan lebih terbatas, bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mengadakan perjanjian internasional. Sebagai contoh, individu dapat diakui sebagai subjek hukum internasional sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu tersebut termasuk dalam masalah masyarakat dan hukum internasional.   Tegasnya subjek-subjek hukum internasional yang memiliki kemampuan untuk mengadakan perjanjian internasional  adalah :
1.      Negara
2.      Negara bagian
3.      Tahta suci atau Vatikan
4.      Wilayah Perwalian
5.      Organisasi Internasional
6.      Kaum Beligerensi
7.      Bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan haknya (I Wayan Parthiana, 2002:14).
Selanjutnya negara sebagai subjek hukum internasional yang memiliki kemampuan penuh untuk mengadakan perjanjian internasional, pada prakteknya tidak hanya mengadakan perjanjian antar negara dengan negara atau antar pemerintah (Government to Government/G to G) tetapi juga  sering melibatkan instansi/lembaga hukum di dalam negara atas nama pemerintah dalam melakukan praktek kerjasama/perjanjian internasional.
Seperti disampaikan di muka bahwa lembaga hukum pada suatu negara juga memiliki kemampuan untuk mengadakan perjanjian internasional dikarenakan badan-badan hukum tersebut termasuk dalam  sistem hukum nasional  dengan kata lain bisa berkedudukan sebagai subjek hukum internasional tetapi juga bisa berkedudukan sebagai subjek hukum nasional. Maka dalam hal ini akan timbul suatu pertanyaan, bagaimana suatu lembaga hukum seperti Universitas Negeri Yogyakarta dapat melakukan perjanjian internasional?. Jawabannya dapat dilihat pada peraturan perundang-udangan yang mengatur mekanisme hubungan luar negeri dan perjanjian internasional lembaga-lembaga negara, yaitu Undang-undang nomor 37 tahun 1999 tentang hubungan luar negeri, Undang-undang nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dan Petunjuk pembuatan perjanjian internasional di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional yang dikeluarkan oleh Biro kerjasama luar negeri Depdiknas tahun 2000.





Perbedaan antara perjanjian internasional tak tertulis dan perjanjian internasional tertulis

No
Bentuk Perjanjian
Keunggulan
Kelemahan
1.
Berbentuk tidak tertulis
a.   Bisa hanya sebuah pernyataan lisan para pejabat atau organ-organ pemerintah.
b.   Bisa dinyatakan dalam situasi tidak formal
c.   Tidak memerlukan aturan protokoler kenegaraan.
a.   Bentuk dan sifatnya kurang formal.
b. Kurang jelas dan kurang menjamin kepastian hukum.

2.
Berbentuk tertulis
a.   Memiliki ketegasan tentang materi obyek dan subjek perjanjian.
b.   Memiliki kejelasan aturan main karena dibuat dalam dokumen otentik.
c.   Kepastian hukum bagi para pihak, antara hak dan kewajiban yang harus di penuhi dalam perjanjian.
a.   Harus dibuat dalam bentuk formal dan tertulis.
b.   Melalui tahap protokoler pembuatan perjanjian.
c.   Tidak bisa dilakukan dalam situasi non formal.

2.2  Manfaat kerja sama dan perjanjian internasional bagi Indonesia
Secara khusus, manfaat yang dapat bangsa Indonesia peroleh dari kerjasama dan perjanjian internasional adalah sebagai berikut:
a.       Dalam aspek ideologi, di antaranya:
1)       Dapat mengetahui nilai-nilai yang dianut oleh negara lain.
2)       Dapat terhindar dari pengaruh negatif dari nilai-nilai ideologi yang dianut negara lain.
3)       Diperoleh kesempatan untuk menunjukkan keunggulan ideologi Pancasila dalam setiap berhubungan dengan negara lain.                                                                     
b.       Dalam aspek politik, di antaranya:
1)       Dapat mengetahui perkembangan politik yang terjadi di negara lain.
2)       Dapat mencontoh aspek-aspek positif dari kehidupan politik di negara lain.
3)       Mempererat hubungan diplomatik dengan negara lain.

c.        Dalam aspek ekonomi, di antaranya:
1)       Menarik minat negara lain untuk menanamkan modalnya atau berinvestasi di negara lain.
2)       Dapat menikmati barang-barang yang diproduksi oleh negara lain.
3)       Terbukanya peluang untuk mengekspor produksi dalam negeri ke negara lain.

d.       Dalam aspek sosial-budaya, diantaranya:
1)       Terbukanya kesempatan untuk mengadakan pertukaran pelajar.
2)       Dapat mendatangkan tenaga ahli untuk bidang tertentu di mana negara kita memiliki kekurangan.
2.3  Bentuk-bentuk kerjasama dan perjanjian Indonesia dengan negara lain.
1.            Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ke-60 pada tanggal 28 September 1950.
2.            Penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955 yang melahirkan semangat dan solidaritas negara-negara Asia-Afrika.
3.            Keaktifan Indonesia sebagai salah satu pendiri Gerakan Non-Blok (GNB) pada tahun 1961.
4.            Terlibat langsung dalam misi perdamaian Dewan Keamanan PBB dengan mengirimkan Pasukan Garuda.
5.            Indonesia menjadi salah satu pendiri ASEAN.
6.            Ikut serta dalam setiap pesta olahraga internasional mulia dari Sea Games, Asiann Games, Olimpiade dan sebagainya.





















BAB III
METODE PENELITIAN


3.1 Teknik Pengumpulan Data

1.      Wawancara (Interview)
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lexy J. Moleong, 2002: 135). Dengan kata lain, wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi antara pewawancara dengan yang diwawancarai.
Metode wawancara mempunyai kedudukan yang utama sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian. Metode wawancara bertujuan untuk memperoleh data primer karena data ini diperoleh langsung dari subjek penelitian melalui serangkaian tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait langsung dengan pokok permasalahan.
 Tujuan diadakannya wawancara yaitu untuk menggali data, informasi dan keterangan dari subjek penelitian mengenai kuantitas dan kualitas kerjasama, hambatan-hambatan yang dihadapi. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu cara mengajukan pertanyaan yang dikemukakan secara bebas artinya kalimat tidak terpaku pada pedoman wawancara tentang masalah-masalah pokok dalam penelitian kemudian dapat diperdalam dan dikembangkan sesuai dengan kondisi di lapangan.

2.      Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi digunakan untuk memperkuat data yang ada. Dokumentasi sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan dan meramalkan. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi sebagai sumber data sekunder adalah setiap bahan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis baik dalam bentuk gambar atau yang lain yang dapat dipergunakan untuk memperkuat data yang ada.








BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
Perjanjian Internasional merupakan kesepakatan dari dua entitas hukum yang bebas untuk mengikatkan diri atau tidak mengikatkan diri, artinya tidak ada pemaksaan kehendak. Karena merupakan kesepakatan maka dasar hukum dari kewajiban untuk terikat adalah kehendak masing-masing pihak.

Di sisi lain masing-masing negara mempunyai ketentuan di dalam hokum nasionalnya yang menetapkan lembaga atau organ negara mana yang diberi kewenangan untuk mewakili negara tersebut dalam berhubungan dengan negara lain. Perjanjian  Internasional yang lahir dalam kesepakatan menempatkan para pihak dalam posisi setara dan oleh karenanyaperjanjian Internasional mempunyai dasar ‘good faith’ antar para pihak.

Baik pihak pertama maupun pihak kedua secara voluntair menyusun pokok-pokok yang diperjanjikan tanpa ada tekanan. Kalau salah satu pihak berkeberatan makadapat menolak, atau membuat suatu kesepakatan baru yang kemudian disepakati bersama.

Apabila suatu perjanjian Internasional membebani kewajiban maka pihak yang terbebani menerima beban itu atas persetujuannya sedangkan pihak lain percaya bahwa kewajiban tersebut akan dipenuhi. Perjanjian Internasional sebagaimana perjanjian pada umumnya berlandas atas prinsip ‘good faith dan mutual trust’ antar pihaknya, dengan demikian ‘pacta sun servanda’ menjadi dasar mengapa para pihak terkait dengan yang diperjanjikan.

Dari segi internal negara yang menjadi pihak dalam perjanjian internasional, ada kewajiban untuk menghargai dan memberi akibat hukum pada perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh lembaga atau organ negara yang secara hukum diberi wewenang oleh konstitusi untuk mewakili negara dalam berhubungan dengan pihak luar atau negara lain. Kewajiban tersebut dibebankan kepada lembaga negara yang lain termasuk juga lembaga peradilan yaitu dengan cara memberi akibat hukum pada perjanjianinternasional yang dibuat oleh lembaga yang berwenang serta dengan prosedur menurut hukum yang disyaratkan.

Pemberian akibat hukum atas dasar pacta sun servanda saja seringkali dapat menimbulkan persoalan karena kemungkinan adanya pihak lain yang tidak secara itikat baik melaksanakan perjanjian yang pernah disepakati oleh wakilnya, namun hanya karena adanya itikat tidak baik saja tidak menyebabkan putus atau berakhirnya perjanjian internasional tersebut secara otomatis. Untuk menentukan apakah akan tetap memberikan akibat hukum perjanjian internasional di dalam negeri, asas pacta sun servanda perlu dilengkapi dengan asas resiprosity yaitu bahwa pelaksanaan perjanjian internasional tersebut di Indonesia akan digantungkan pada pelaksanaan perjanjian internasional yang bersangkutan di negara lain sebagai pihak dalam perjanjian.

Kepastian penerapan secara resiprosity ini dapat dipastikan dengan meminta konfirmasi kepada negara yang bersangkutan melalui jalur diplomatic, Hal demikian perlu dilakukan untuk melindungi kepentingan nasional dalam arti luas yaitu jangan sampai perjanjian internasional hanya membebani kewajiban secara sepihak saja.

Pemberlakuan perjanjian international ke dalam sistem hukum Indonesia tidak selalu di dasarkan atas adanya aturan pelaksanaan. Dasar pemberlakuannya adalah pada siostem ketatanegaraan yang memberikan wewenang kepada Presiden sebagai satu-satunya lembaga yang mewakili negara dalam hubungan luar negeri.

Apabila Presiden telah menggunakan wewenang sesuai dengan ketentuan konstitusi maka sebagai konsekuensinya hasilnyapunharus diterima sebagai konstitusional karena dengan demikianakan berarti juga melaksanakan perintah konstitusi. Pemberian tempat perjanjian internasional dalam sistem hukum nasional merupakan salah satu pencerminan penegakan konstitusi.

Tanpa harus mencarikan dasarnya dalam konvensi Wina mengenai Law of Treaty, dasar mengikat perjanian internasional terdapat dalam konstitusi yang tidak mensyaratkan perjanjian internasional diwadahi dalam bentuk undang-undang. Kalau toh Indonesia belum pernah melakukan akseptasi terhadap The Law of Treaty tidak berarti bahwa Indonesia tidak mempunyai dasar hukum untuk memberlakukan perjanjian internasional dalam hukum nasionalnya.

Bagi negara yang tidak pernah melakukan akseptasi terhadap The Law of Treaty tetapi nyatanya terlibat dalam pembuatan perjanjian internasional dengan negara lain dan menerima ketentuan The Law Treaty sebagai acuannya, maka the law Treaty dapat dianggap secara substansi yang telah menjadi kebiasaan internasional sehingga dapat menjadi salah satu sumber hukum internasional.


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Perjanjian Internasional adalah sebuah perjanjian yang dibuat di bawah hukum internasional oleh beberapa pihak yang berupa negara atau organisasi internasional. Sebuah perjanjian multilateral dibuat oleh beberapa pihak yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian bilateral dibuat antara dua negara, bilateral perjanjian yang lebih dari dua negara.
1. Manfaat kerja sama dan perjanjian internasional bagi Indonesia
Secara khusus, manfaat yang dapat bangsa Indonesia peroleh dari kerjasama dan perjanjian internasional adalah sebagai berikut:
a.       Dalam aspek ideologi, di antaranya:
1)       Dapat mengetahui nilai-nilai yang dianut oleh negara lain.
2)       Dapat terhindar dari pengaruh negatif dari nilai-nilai ideologi yang dianut negara lain.
3)       Diperoleh kesempatan untuk menunjukkan keunggulan ideologi Pancasila dalam setiap berhubungan dengan negara lain.                                                                     
b.       Dalam aspek politik, di antaranya:
1)       Dapat mengetahui perkembangan politik yang terjadi di negara lain.
2)       Dapat mencontoh aspek-aspek positif dari kehidupan politik di negara lain.
3)       Mempererat hubungan diplomatik dengan negara lain.

c.        Dalam aspek ekonomi, di antaranya:
1)       Menarik minat negara lain untuk menanamkan modalnya atau berinvestasi di negara lain.
2)       Dapat menikmati barang-barang yang diproduksi oleh negara lain.
3)       Terbukanya peluang untuk mengekspor produksi dalam negeri ke negara lain.

d.       Dalam aspek sosial-budaya, diantaranya:
1)       Terbukanya kesempatan untuk mengadakan pertukaran pelajar.
2)       Dapat mendatangkan tenaga ahli untuk bidang tertentu di mana negara kita memiliki kekurangan.
2.      Bentuk-bentuk kerjasama dan perjanjian Indonesia dengan negara lain.
1.      Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ke-60 pada tanggal 28 September 1950.
2.      Penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955 yang melahirkan semangat dan solidaritas negara-negara Asia-Afrika.
3.      Keaktifan Indonesia sebagai salah satu pendiri Gerakan Non-Blok (GNB) pada tahun 1961.
4.      Terlibat langsung dalam misi perdamaian Dewan Keamanan PBB dengan mengirimkan Pasukan Garuda.
5.      Indonesia menjadi salah satu pendiri ASEAN.
6.      Ikut serta dalam setiap pesta olahraga internasional mulia dari Sea Games, Asiann Games, Olimpiade dan sebagainya.



































DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
BNSP, (2007). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar Kelas V.
Depdikbud. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Badan Penelitian Dosen LPTK dan Guru Sekolah Menengah. Jakarta: Dikti.
Depdiknas. (2003). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Depdiknas.
Depdiknas. (2004). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Depdiknas. (2007). Pedoman Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Manajemen Dikdasmen, Dirpom Tk dan SD, BNSP.
Haryanto, (2003). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hollands Roy, (1983). Kamus Matematika Departement of Mathematics Dundee Colloge of Education. Jakarta: Erlangga
Rahmat, et al. (2006). Belajar Matematika dengan Orientasi Penemuan dan Pemecahan Masalah. Bandung: Sarana Pancakarya.
Ruseffendi. (1992). Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Depdikbud
Sinaga, M. et al. (2006). Terampil Berhitung Matematika untuk SD Kelas IV. Jakarta: Erlangga
Suryabrata, S. (2002). Metodologi Penelitian Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Suherman, E. et al (2001). Common Textbook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jica UPI
Surya, Y. (2006). Matematika itu Asyik 5A. PT. Arman Delta Selaras.
Wijaya, C. dan Rusyan, T. (1992). Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar